Dukung Pansus TRAP DPRD Bali, Urip; Jangan Sampai Jatiluwih Menjadi Kebun Beton
Admin 2 - atnews
2025-12-08
Bagikan :
Drs. I Made Urip, M.Si (ist/Atnews)
Tabanan (Atnews) - Tokoh senior Bali sekaligus mantan Anggota DPR RI lima periode, Drs. I Made Urip, M.Si., menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali dalam menertibkan berbagai pelanggaran pembangunan yang terjadi di kawasan wisata ikonik dunia Jatiluwih di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.
Kawasan yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia (World Cultural Heritage/WBD) sejak tahun 2012 itu kini menghadapi tekanan serius akibat masifnya pembangunan fasilitas pariwisata. Alih fungsi lahan pertanian menjadi sektor komersial dikhawatirkan mengancam kelestarian sistem subak, fondasi utama penetapan Jatiluwih sebagai WBD.
"Status WBD Bukan Sekadar Gelar, Ini Warisan Leluhur yang Tidak Boleh Rusak"
Made Urip mengingatkan masyarakat dan pemerintah agar tidak mengabaikan status WBD yang diperoleh melalui proses panjang dan perjuangan besar. Ia menyebut, ancaman pencabutan status oleh UNESCO bukanlah hal sepele.
"Jika status WBD dicabut, kerugiannya tidak terhitung. Ini ikon dunia yang diwariskan leluhur, bukan hanya untuk dinikmati hari ini, tetapi untuk dijaga bersama," ujarnya.
Menurutnya, filosofi Hindu "Tri Hita Karana" merupakan roh dari keberadaan Jatiluwih. Harmonisasi manusia dengan alam dan budaya tercermin dari tata kelola subak yang telah ratusan tahun dipertahankan oleh petani.
Anggota Pokja Percepatan Pembangunan Pemprov Bali, Madyudut, turut menegaskan bahwa alih fungsi lahan dan pembangunan fasilitas komersial di Jatiluwih berjalan di luar batas wajar.
"Alih fungsi lahan yang tidak terkendali dapat mengancam predikat itu. Ini bukan hanya soal pembangunan, tetapi soal keberlanjutan subak dan kelestarian alam," tegasnya.
Wisata Meningkat, Ekonomi Warga Terdongkrak Namun Harus Dikendalikan
Sejak penetapan sebagai WBD, kunjungan wisatawan meningkat signifikan dan membawa dampak ekonomi bagi masyarakat. Made Urip mengakui manfaat tersebut, namun ia mengingatkan agar tidak salah arah dalam mengelolanya.
"Wisatawan datang karena ingin melihat sawah, subak, dan kehidupan tradisi di Jatiluwih. Ini membawa berkah bagi masyarakat. Karena itu justru harus dijaga, bukan diubah menjadi kawasan beton," ungkapnya.
Ia meminta keseimbangan antara ekonomi dan kelestarian menjadi fokus utama pengelolaan.
"Tugas kita adalah menjaga agar tidak terjadi konversi lahan berlebihan. Jangan sampai Jatiluwih menjadi kebun beton. Kalau alam rusak, wisata pun ikut mati," tegasnya.
Harapan untuk Pemerintah dan Pansus Tata Ruang
Made Urip mengapresiasi langkah Pansus yang terjun langsung menemukan pelanggaran. Ia menilai tindakan penertiban harus berjalan tegas, namun tetap dibarengi pembinaan.
"Saya sangat mendukung Pansus. Penertiban harus dilakukan tegas, karena menyelamatkan kawasan WBD berarti menyelamatkan masa depan Bali," ujarnya.
Ia juga meminta pemerintah daerah meningkatkan pengawasan agar tata ruang tetap sejalan dengan ketentuan UNESCO dan nilai budaya Bali.
Kelestarian Jatiluwih Tanggung Jawab Bersama
Sebagai aset budaya dunia, Jatiluwih menurutnya bukan hanya milik Bali, melainkan milik dunia.
"Kelestarian Jatiluwih menentukan masa depan pertanian Bali dan citra Bali sebagai destinasi budaya dunia. Ini tanggung jawab kita semua," tutup Made Urip. (WIG/002)