Oleh Wayan Sayoga, Seorang Dokter dan Pemerhati Kehidupan
Makna secara umum kerap dipersingkat sebagai Tamu adalah Tuhan. Lebih tepat adalah perlakukan tamu sebagai ekspresi wujud keberadaan, Tuhan.
Masa kecil didesa kita sudah terbiasa dengan kedatangan tamu asing. Di tahun tujuh puluhan tamunya kebanyakan berkulit putih dari negara Eropa. Begitu turun dari bus kita mengerumuni mereka dengan gembira dan spontan.
Mereka tidak merasa terganggu mungkin karena kita masih anak anak. Kedatangan mereka ke desa kami tidak menimbulkan kecemasan ataupun ketakutan. Biasanya tour guide menurunkan para tamu didepan pura desa, kemudian tamu berkeliling mengkesplore keberadaan desa kami.
Menghormati para tamu yang datang ke Bali adalah Dharma. Dipihak lain, bilamana tamu yang datang tidak tahu sopan santun, bersikap kurang ajar, menebar teror bahkan melempar bom lalu kita bertindak, mengusir hingga memberikan pelajaran serius kepada mereka, itu pun Dharma.
Tindakan yang tepat saat situasi dan kondisi membutuhkan adalah Dharma. Dan sikap semacam itu yang sangat dibutuhkan Bali saat ini.
Mesti diingat selalu, jangan sekali kali sampai kita salah memahami doa Athiti Devo Bhava yang sangat mulia ini. Doa dan tradisi luhur ini tidak mengajarkan kita agar menjadi lemah, penakut, pengecut dan menerima saja perlakuan seenaknya orang luar atau tamu pada Bali.
Sikap sangat permisif sebagai kelemahan serius Bali selama ini harus dibenahi dan tinggalkan sekarang juga. Kita harus menyiapkan diri dengan sungguh sungguh menerima dan menghadapi berbagai tantangan dan ancaman terhadap Bali kedepan.
Adalah sebuah kenyataan bahwa Bali saat ini sudah terkepung dari mana mana. Saatmya sadar, bangkit dan bersatu padu dengan penuh semangat.
Rahayu Bali Rahayu Indonesia. (*)